03/09/12

Majlis Haul Simbah KH. Baidhowi Ke-42 dihadiri ribuan jama'ah

Haul yang digelar hari Ahad siang bertempat di pelataran Pondok Pesantren Al-Wahdah, Sumbergirang, Lasem-Rembang, Jawa Tengah, itu juga dihadiri sejumlah kiai. Diantaranya Mustasyar PBNU, KH Maemoen Zuber Sarang. Hadir pula Bupati Rembang, H Abdul Hafidz. Dalam tausiyahnya, KH Maemoen Zuber mengatakan, bahwa KH Baedlowi merupakan penyebar tarekat Syattariyyah.  "Tarekat ini merupakan salah satu tarekat terpenting dalam proses islamisasi di Indonesia. Dzikir yang diajarkan oleh tarekat ini sangat cocok untuk orang awam," kata Mbah Maemun. ”Mbah Baedlowi, ikut mengembangkan tarekat syattariyyah,” lanjut Mbah Maemoen, yang juga menantu KH Baedlowi. Pada bagian lain, Mbah Maemoen menjelaskan hubungan antara orang yang hidup dengan orang yang sudah meninggal ibarat hubungan antara pengikal benang dengan layang-layang. "Dimana, orang hidup itu ibarat pengikal benang, sedangkan orang yang sudah meninggal ibarat layang-layang." "Layang-layang bisa dinaikkan dengan mengendorkan benang dari pengikal benangnya. Sebaliknya, layang-layang bisa diturunkan atau dijatuhkan dengan menarik benang dari pengikal benangnya," jelasnya. Orang yang masih hidup di dunia, lanjut Mbah Moen, bisa menaikkan arwah orang yang sudah meninggal. Sebaliknya, orang yang masih hidup juga bisa menurunkan arwah orang yang sudah meninggal. ”Jadi, meski sudah meninggal, masih ada hubungan dengan orang yang masih hidup,” tambahnya.        Dalam sejarah, KH Baedlowi memiliki peran yang cukup besar khususnya dalam upaya mempertahankan keutuhan NKRI. Salah satunya, beliau mengusulkan agar Presiden RI saat itu, Ir Soekarno diberikan gelar waliyyul al-amri ad-dharuri bi as-asyukah.  Usulan KH Baedlowi itu terkait dengan munculnya persoalan politik di tanah air yang mempertanyakan sah tidaknya posisi Ir Soekarno sebagai presiden di Indonesia. Akhirnya, usulan KH Baedlowi dibawa ke forum muktamar NU pada tahun 1947 di Madiun yang memutuskan bahwa Ir Soekarno adalah Kepala Negara Republik Indonesia sebagai waliyyu al-amri ad-dharuri bi as-syaukah. Artinya, pemegang pemerintahan yang bersifat darurat dengan kekuatan dan kekuasaan. Selain KH Baedlowi bin Abdul Aziz, sejumlah masyayikh juga ikut dihauli. Antara lain Ny Hj Halimah bin Shiddiq, Ny Hj Hamdanah binti Ahmad Ke-31, KH Cholil bin Abdullah Umar Ke-13, dan Ny Hj Shofiyatun binti Abdullah Sajjad Ke-13. Selain itu, ada Ny Hj Roudloh binti Baedlowi, Kiai Abdul Bar bin Baedlowi, Ny Hj Afwah binti Baedlowi, Kiai Abdul Quddus bin Baedlowi, KH Abdul Halim bin Baedlowi Ny Hj Saudah binti Baedlowi, Ny Hj Fahimah binti Baedlowi, dan segenap sesepuh dan keluarga besar Pesantren Al-Wahdah, Lasem. *) Sumber: NU Online

Tidak ada komentar:

Posting Komentar