26/12/13

Sosok Tegas Berhati Lembut : In Memorium Mbah Hamid Baidhowi

Inna lillahi wa inna ilaihi roji'un...

Wafatnya Kyai Hamid Baidhowi begitu mengejutkan, selang 3 hari dirawat di RS Keluarga Sehat Hospital (KSH) beliau dipanggil Allah Ta'ala dalam usia sekitar 70 tahun. Semenjak kelelahan dari acara haflah di Pondok Ploso Kediri disambung dengan kabar wafatnya Mbah Idris Lirboyo, kondisi beliau semakin melemah. Dalam keadaan sayah
beliau sempat bercerita jika dulu pernah satu pondok dengan Mbah idris di Sarang, bahkan pernah nunut cikar dari Sarang menuju Lasem bersama. Banyak kenangan dan perjuangan yang beliau rasakan bersama Mbah Idris Marzuqi. Dan genap 7 hari setelah Mbah Idris wafat, beliau menyusul sowan kepada Allah SWT pemilik alam raya. Tepat hari Ahad Kliwon tanggal 17 Sya'ban 1435 hijriyah pukul 14.50 WIB beliau menghembuskan nafas terakhir, bertepatan dengan pertemuan keluarga besar KH. Baidhowi bin Abdul Aziz di Pondok al-Fakhriyah Lasem yang dihadiri sanak saudara dari jauh yang diadakan 2 tahun sekali. Ini bukan sebuah kebetulan, tapi ini ketentuan Allah SWT dan terdapat pesan dan hikmah di balik semuanya. Karena memang beliau dikenal "rahmah" khususnya pada sanak kerabat. Bahkan tepat ketika beliau wafatpun tidak merepotkan saudara lainnya karena mereka sudah berkumpul di Lasem.


Dalam urusan aqidah, beliau dikenal tegas dalam memegang prinsip agama. Hal ini bisa kita lihat pada beberapa kitab karangan beliau seperti kitab "Tabshirah" yang berkenaan dengan kelompok Syiah dan kelompok nyleneh lainnya. Begitupun dengan di berbagai kesempatan beliau banyak dawuh di tiap ceramahnya tentang pentingnya menjaga aqidah dari kelompok-kelompok yang tidak sejalan dengan aqidah ahlus sunnah wal jamaah. Dan 20 hari sebelum beliau wafat memberi ceramah dan orasi dalam pertemuan Aliansi anti syiah di Bandung dan ditunjuk sebagai Majlis Dewan Syuro.

Pada tiap pesan yang beliau sampaikan melalui mimbar-mimbar ceramah beliau terkesan garang dan tegas, namun dalam kesehariannya sama sekali jauh dari perilaku galak ataupun menakutkan. Diceritakan dari para santri yang pernah mondok di Pondok Al-Wahdah  bahwa beliau tidak pernah marah kepada para santri. Bahkan berkata keras pada putra-putri beliau pun tidak pernah. Suatu haru diceritakan ada beberapa santri main kartu di pondok, jika kalah akan diolesi arang. Tak disangka Mbah Hamid memergoki mereka, bukannya marah-marah beliau malah dawuh begini: "Wah..nek ono telo godog'e tambah enak kang...". Spontan santri tersebut menjadi malu bukan kepalang dan mengakhiri permainan dengan perasaan tidak menentu.